Langsung ke konten utama

Sampah Keegoisan Manusia


Pak Edi menghabiskan sisa kopinya. Jam berjalan cepat menuju angka 06.00 WITA. Dia harus segera berangkat bekerja.

Sudah 25 tahun Pak Edi bergabung bersama Dinas Kebersihan Kota Mataram sebagai penyapu jalan raya. Dia bukan pegawai negeri, hanya tenaga honorer biasa. Awal kerja gaji Pak Edi hanya 25 ribu saja. Tapi sekarang gaji beliau sudah mencapai UMR.

Bu Edi menyiapkan bekal ala kadarnya dalam kotak makanan plastik beserta sebotol air minum. Dia tahu wilayah yang disapu suaminya sangat jauh. Setelah menyapu, tugas suaminya sebagai pasukan kuning adalah mengangkut sampah yang ada di halaman depan kantor-kantor, dan tempat pembuangan sampah untuk warga yang sudah disiapkan pemerintah. Hujan, panas, suaminya tetap menyapu.

Sekitar jam 10.00 WITA, Pak Edi yang tergabung bersama pasukan kuning Kota Mataram meluncur ke Karang Medain. Dinas Kebersiahan Kota Mataram mendapat laporan dari warga kalau ada penumpukan sampah di depan makam Karang Medain.

Sesampainya disana, tim Pak Edi disuguhkan setumpuk sampah berserakan. Aroma khas sampah menyambut mereka, lalat beterbangan seolah sedang berpesta pora, kalau dilihat itu adalah sampah rumah tangga.


Dulunya lokasi tersebut memang salah satu tempat pengumpulan sampah yang disediakan pemerintah. Tapi sudah dua tahun ini tidak difungsikan lagi. Karena lokasi tersebut adalah ruang publik. Di seberang lokasi tersebut ada makam, tidak jauh dari sana ada usaha pakaian jadi, toko bahan kue, juga pangkas rambut. 


Bahu membahu pasukan kuning bersama warga yang peduli membersihkan sampah yang menumpuk. Bermacam komentar terdengar di telinga Pak Edi. Seolah mencari kambing hitam untuk tumpukan sampah tersebut. Pak Edi dan kawan-kawan hanya tersenyum simpul mendengar semua itu.

Pekerjaan mereka telah selesai. Mereka bersiap-siap untuk jalan sebelum sesaat melihat beberapa warga tadi memasang spanduk bertuliskan "Dilarang Buang Sampah Di Sini". Kembali lagi Pak Edi dan kawan-kawannya tersenyum simpul, dan mengacungkan jempol sebagai bentuk apresiasi yang warga lakukan.


Sore hari Pak Edi sampai dirumah. Dia duduk diatas ban mobil yang sudah di desain sedemikian cantiknya menjadi kursi dan meja. Permasalahan sampah di matanya selalu sama saja.

Di mata penyapu jalan seperti Pak Edi, permasalahan sampah adalah bukti nyata kegoisan manusia. Matanya memandang rumah dan seluruh isi perabotan. Tak ada yang baru. Selimut, seprai, taplak meja yang dipakai keluarganya adalah limbah kain perca yang kemudian dijahit rapi. Pot-pot bunga cantik yang menggantung di sebagian temboknya adalah bekas plastik minyak goreng. 

Hiasan dinding dirumahnya adalah limbah sisa keramik dan kayu yang berhasil ia modifikasi. Bahkan buku-buku pelajaran, majalah, novel, yang dibaca Bagas dan Ayu anaknya, berstatus sampah ketika ditemukan.

Pak Edi mengerjapkan mata tuanya. Seringkali dia sedih ketika menemukan sisa-sisa makanan yang masih layak dimakan berbungkus merk resto ternama, air kemasan yang tak habis diminum terbuang sia-sia. Mereka tidak menyadari ada banyak manusia yang berjuang hanya untuk mencari sepiring nasi. Mereka sadar atau mereka memang tak peduli.

Keegoisan manusia yang selalu ingin tampil sempurna. Membuang baju, sepatu, buku, dan masih banyak lagi dengan alasan sudah tak layak untuk mereka. Keegoisan mereka untuk merasa bahagia dengan berbungkus-bungkus platik belanjaan tanpa memikirkan kenyamanan orang lain, apalagi generasi mereka selanjutnya.   

Kegoisan mereka untuk melihat rumah mereka bersih tak bernoda dengan menyakiti alam semesta sebagai tempat mereka tinggal sementara. Alam yang seharusnya dirawat dan dipelihara. Sadarkah mereka nantinya juga bernasib sama dengan plastik-plastik itu. Bedanya seribu tahun yang akan datang bentuk plastik itu tetap sama, sedang yang membuang, tulang belulangnya sudah bercampur dengan tanah.

Permasalahan sampah di mata penyapu jalan seperti Pak Edi bisa selesai jikalau manusia bisa mengendalikan egonya.



Komentar

  1. Isi tulisannya sudah bagus, kritik sosial atas isu dan permasalahan yang terjadi saat ini di masyarakat sudah mengena... Boleh saran sedikit terkait masalah teknis tulisan, bagaimana kalau fontnya diganti tidak hanya yang itu itu saja🙏😁 ya.. Terkadang font memeberikan sugesti bagi seseorang untuk memulai membaca sebuah tulisan atau tidak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas perhatiannya. Kebetulan belum nemu Font yang mendeskripsikan diri saya. Yang gak mau terlihat terlalu serius tapi juga gak santai. In sya Allah dicari Font yang lain yaaa. Btw. Terimakasih sudah mampirrrr

      Hapus
  2. 3R, masalah sampah tidak pernah berhenti semua berkaitan dengan sosial, budaya dan ekonomi.

    BalasHapus
  3. Terima kasih bu guru telah mengingatkan kita tentang sesuatu yg di byk tempat di negeri ini masih menjadi masalah.
    Semoga timbul kesadaran kolektif

    BalasHapus
  4. Semoga masalah sampah yang menggunung di kota Bandung bisa segera dicarikan solusinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan Bandung saja, tapi semua sampah di Indonesia

      Hapus

Posting Komentar

Popular Posts

Resume ke-8

Free Writin Obat Ampuh Melawan Virus Writer's Block Resume ke : 8 Gelombang : 23 dan 24 Hari/Tanggal/Waktu : Rabu/02 Februari 2022/19.00 WIB Materi : Mengatasi Writer's Block Narasumber : Ditta Widya Utami, S. Pd.,Gr. Moderator : Widya Setyaningsih Secepat mungkin kularikan motor dari TPQ ke rumah. Setiap Senin dan Rabu malam jadwal pelatihan berbenturan dengan jadwal ngajar ngaji. Seperti yang terjadi malam ini. Ditambah lagi tadi Lintang anak saya yang paling besar, ada tes kenaikan jilid. Lumayan menunggu lama.  Tapi itu tak mengurangi semangat untuk mengejar ketertinggalan. Kewajiban sebagai ibu jalan, kewajiban sebagai peserta dilaksanakan, hak untuk memperoleh ilmu didapatkan. Tepat jam 20.00 WITA Bu Widya membuka forum dengan cerah ceria, padahal menurut beliau Kota Malang sedang diguyur hujan. Di luar boleh hujan, tapi di dalam hati matahari tetap bersinar.  Narasumber kali ini adalah Ditta Widya Utami S.Pd, Gr. Beliau Lahir di Subang, 23 Mei 1990, saat in
Resume ke : 20 Gelombang : 23 dan 24 Hari/Tanggal/Waktu : Rabu/03 Maret 2022/19.00 WIB Materi : Menguak Dapur Penerbit Mayor Narasumber : Edi S. Mulyanta Moderator : Mulyadi Materi malam hari ini merupakan rangkaian dari materi pertemuan ke-19. Bila kemarin membahas pemasaran, maka kali ini pembahasan lebih intim karena menuju dapur sebuah penerbit Mayor sekelas Penerbit Andi Offset Yogyakarta. Klik 👉  Profil Edy S. Mulyanta .  Setelah mengklik tautan diatas. Kita akan mengenal Bapak Edy S. Mulyanta narasumber malam hari ini tidak hanya sebagai publishing consultant & e-book development yang sudah 20 tahun malang melintang di dunia penerbitan. Tetapi juga akan mengenal beliau sebagai penulis dan seorang praktisi pendidikan (dosen). Buku-buku karya beliau banyak kita jumpai di toko-toko buku di seluruh Indonesia. Beliau concern menulis buku bertema tehnik. Sesuai dengan latar belakang pendidikan beliau yaitu magister dibidang teknik elektro Industri Penerbitan Sel

Resume ke-14

Menulis Itu Indah Resume ke : 14 Gelombang : 23 dan 24 Hari/Tanggal/Waktu : Rabu/16 Februari 2022/19.00 WIB Materi : Menulis Buku Terbaik Perpusnas Narasumber : Dr. Mudafiatun Isriyah Moderator : Widya Setianingsih              Melalui flyer yang dibagikan siang tadi, saya sempat googling dan mencari tahu tentang narasumber. Dr. Mudafiatun Isriyah adalah peraih penulis terbaik 1 Perpusnas tahun 2021 dalam subjek Pembelajaran Jarak Jauh melalui buku berjudul “Implementasi Social Presence dalam Bimbingan Online – dalam Konteks Perspektif Komunikasi Personal, Interpersonal, dan Impersonal. Karya ini merupakan duet bersama Prof. Richardus Eko Indrajit. Sangat setuju dengan detil yang dipaparkan moderator cantik Bu Widya Setyaningsih, bila Bu Muda (panggilan akrab narasumber) yang lahir 53 tahun lalu di Lumajang pada tanggal 21 April sangat berjiwa muda. Ingin berkenalan lebih dekat dengan beliau bisa klik 👉 CV Bu Muda . Interaksi beliau dengan moderator begitu interaktif, nyambu