Amethyst Arantxa menghentikan langkahnya. Melompat ke samping pohon besar di tepi sungai. Besarnya pohon itu cukup untuk menyembunyikan tubuh mungilnya. Mendung dari utara berarak perlahan membuat suasana dalam hutan siang itu semakin meredup. Menenggelamkan bayangannya dengan sempurna. Matanya terbelalak menyaksikan pemandangan yang terpampang di hadapannya. “Terlalu banyak rahasia yang kau ketahui.” Itu suara seorang laki-laki. Perempuan berbaju serba hitam itu memegangi dadanya. Pisau telah melukai dada kirinya. Sepertinya lukanya sangat dalam. Kepalanya tertunduk, matanya tertutup menahan nyeri. Kakinya bergetar seolah menolak ambruk. “Bangkai. Sampai kapanpun tetap busuk. Uhukkk… “ Darah muncrat dari mulutnya. Perlahan laki-laki itu mendekatinya. Penampilannya tak kalah menyedihkan. Jubah merahnya koyak berantakan. Darah mengucur deras dari lengan kirinya. Wajahnya memar membiru. Sepertinya mereka telah terlibat dalam sebuah pertarungan hebat. “Kau pikir mereka akan da
DECEMBER Datang dan pergi melalui pintu bulan ini Embun pagi tunduk pada kebeningan jiwamu Ceritamu tentang lakon Pandawa dan Kurawa mengingatkan Esai nyata kekejaman dan cinta sanggup hidup bersama Menyapamu di sepertiga malam... Hai Ma... Berulang kali kau terantuk terjerat tercekik bahkan dihantam angkuh dunia Entah bagaimana kau tak runtuh meski rapuh demi anakmu Rindu ini membawaku tengadah dalam doa syurga untuk mu. Mataram, 27 Desember 2022