Membangun Budaya Positif di Sekolah
Oleh: Widuri Permata Anggarbini Rayes, S. Pd
CGP Angkatan 10 Kab. Lombok Barat
Budaya positif di sekolah adalah fondasi
penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga mendorong
tumbuhnya nilai-nilai kebajikan universal, seperti: kejujuran, tanggung jawab,
empati, kerjasama, dll yang mendukung perkembangan karakter siswa. Budaya ini
melibatkan lebih dari sekadar penerapan aturan dan hukuman, mengutamakan restitusi
dalam upaya menumbuhkan motivasi intrinsik pada siswa.
Konsep
Inti Budaya Positif
Budaya positif di sekolah mencakup beberapa
konsep inti yang saling berkaitan:
1. Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan
Universal
Disiplin positif adalah pendekatan
yang mengutamakan penghargaan terhadap nilai-nilai kebajikan universal. Ini
membantu siswa memahami pentingnya perilaku baik bukan karena takut hukuman
tetapi karena mereka menghargai nilai-nilai tersebut
Makna Disiplin Menurut Ki Hajar Dewantara
Menurut Ki Hajar Dewantara, disiplin yang
sejati adalah disiplin yang berasal dari diri sendiri, bukan yang dipaksakan
oleh orang lain. Kemerdekaan yang sejati hanya dapat dicapai melalui disiplin
diri. Kemerdekaan tidak berarti kebebasan tanpa batas, tetapi kebebasan yang
bertanggung jawab. Disiplin tidak hanya tentang kepatuhan terhadap aturan,
tetapi juga tentang pengembangan karakter yang baik seperti tanggung jawab,
kejujuran, dan integritas. Guru harus menjadi teladan dalam disiplin dan
menunjukkan bagaimana nilai-nilai kebajikan diterapkan dalam kehidupan nyata
2. Teori Motivasi: Hukuman dan Penghargaan vs.
Restitusi
Motivasi bisa datang dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal). Penghargaan dan hukuman sering digunakan untuk mengatur perilaku dalam jangka pendek, namun motivasi intrinsik lebih efektif untuk jangka panjang. Restitusi adalah pendekatan di mana siswa belajar memperbaiki kesalahan mereka dan kembali ke kelompok dengan karakter yang lebih kuat.
Perbedaan antara Hukuman, Konsekuensi, dan Restitusi
a. Hukuman:
Fokus pada memberikan rasa sakit atau ketidaknyamanan sebagai balasan atas
perilaku negatif. Hukuman hanya efektif dalam jangka pendek dan cenderung
membuat siswa trauma
b. Konsekuensi:
Konsekuensi alami atau logis yang terjadi sebagai hasil dari perilaku.
Konsekuensi lebih mendidik daripada hukuman tetapi masih berfokus pada dampak
negatif dari perilaku
c. Restitusi:
Proses positif yang membantu siswa memperbaiki kesalahan mereka dan
mengembalikan keseimbangan dalam hubungan. Restitusi mengajarkan tanggung jawab
dan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai yang mendasari perilaku yang baik
Pengaruh Motivasi Eksternal dan Internal
Motivasi eksternal, seperti hukuman dan
penghargaan, dapat efektif dalam jangka pendek tetapi sering menghambat pengembangan
motivasi intrinsik dan tanggung jawab diri. Sebaliknya, motivasi internal, yang
muncul dari dalam diri siswa, menghasilkan perilaku positif yang berkelanjutan.
Diane Gossen dalam bukunya "Restructuring School Discipline"
mengidentifikasi tiga tingkatan motivasi perilaku manusia.
a. Menghindari Hukuman: Tingkatan motivasi terendah, cenderung
menciptakan kepatuhan jangka pendek.
b. Mendapat Penghargaan: Motivasi tingkat menengah, efektif dalam
jangka pendek tetapi dapat menyebabkan ketergantungan.
c. Menghargai Diri Sendiri: Motivasi tertinggi, siswa bertindak sesuai
dengan nilai-nilai yang mereka yakini, menghasilkan perilaku positif yang
berkelanjutan.
Penghargaan: Efek dan Pertimbangan
Alfie Kohn dalam bukunya "Punished by
Rewards" menyatakan bahwa baik penghargaan maupun hukuman adalah
cara-cara mengontrol perilaku yang merusak potensi pembelajaran yang
sesungguhnya. Penghargaan efektif dalam jangka pendek tetapi dapat menyebabkan
ketergantungan dan mengurangi motivasi intrinsik. Penghargaan juga dapat
menurunkan kualitas pekerjaan, mengurangi kreativitas, dan merusak hubungan
antar siswa. Oleh karena itu, penghargaan harus diberikan dengan pertimbangan
efek jangka panjang terhadap motivasi dan perkembangan karakter siswa.
Penghargaan yang Tepat
Penghargaan yang
diberikan dalam konteks pendidikan harus memperkuat motivasi intrinsik,
mengakui upaya dan proses belajar, serta memberikan siswa kesempatan untuk
berkembang lebih lanjut. Penghargaan yang tepat meliputi:
a. Penghargaan Verbal dan Umpan Balik Positif:
Mengakui usaha dan kemajuan siswa
b. Penghargaan Non-Material: Seperti pengakuan di
depan kelas atau tanggung jawab tambahan
c. Penghargaan atas Upaya dan Proses Belajar:
Fokus pada usaha dan proses daripada hasil akhir
d. Penghargaan dalam Bentuk Kesempatan:
Memberikan peluang bagi siswa untuk berpartisipasi dalam proyek atau kegiatan
yang menarik
e. Penghargaan Sosial: Seperti pujian dari teman
sebaya atau guru
3. Nilai-nilai Kebajikan Universal
Budaya positif di
sekolah juga melibatkan pengembangan nilai-nilai kebajikan universal yang
terimplementasi dalam Profil Pelajar Pancasila. Nilai-nilai ini meliputi: Beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, kemandirian
dalam berpikir dan bertindak (mandiri), mampu berpikir kritis dan analitis (berpikir
kritis), menerima dan menghargai keragaman dalam berbagai bentuk (berkebhinekaan
global), mampu bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama (bergotong royong), dan
memiliki kreativitas dalam menyelesaikan masalah (kreativ).
4. Keyakinan Kelas
Keyakinan kelas menjadi
lebih efektif daripada peraturan kelas karena mampu menumbuhkan motivasi siswa
secara intrinsik. Keyakinan ini dibangun bersama siswa, sehingga meningkatkan
komitmen mereka terhadap nilai-nilai yang dipegang bersama.
Keyakinan kelas
disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Bersifat Abstrak:
Berfokus pada nilai-nilai kebajikan universal
b. Pernyataan Universal: Berlaku dalam berbagai
situasi
c.
Berbentuk Kalimat
Positif: Mengarahkan pada perilaku yang diinginkan
d. Jumlahnya Terbatas: Mudah diingat dan
diterapkan
e.
Dapat Diterapkan:
Fleksibel dan relevan
f.
Kontribusi Semua
Warga Kelas: Melibatkan siswa dalam pembentukan keyakinan
g.
Peninjauan
Kembali: Dapat dievaluasi dan disesuaikan
5. Kebutuhan Dasar Manusia
Memahami
kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan bertahan hidup (survival), rasa
sayang dan diterima (love and belonging), pengakuan/kekuasaan (power),
kesenangan (fun), kebebasan (freedom), dan rasa diterima sangat penting dalam
menciptakan budaya positif. Memenuhi kebutuhan ini membantu siswa merasa nyaman
dan termotivasi
6. Restitusi
a.
Lima Posisi
Kontrol
Konsep ini
membantu guru menegakkan disiplin positif. Lima posisi kontrol adalah
Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau, dan Manajer. Posisi Manajer
adalah yang paling efektif karena melibatkan siswa dalam proses belajar dan
membantu menumbuhkan motivasi intrinsik.
b. Segitiga Restitusi
Segitiga
Restitusi adalah proses dialog untuk mengelola disiplin dan perilaku, membantu
siswa memahami kesalahan mereka, mencari solusi, dan memperbaiki diri.
Tahapannya meliputi:
·
Menstabilkan
Identitas: Menciptakan rasa aman dan stabilitas dalam diri siswa setelah mereka
melakukan kesalahan.
·
Validasi
Tindakan: Memahami alasan di balik tindakan siswa tanpa menghakimi mereka,
membuka jalan untuk refleksi dan perubahan positif.
·
Menanyakan
Keyakinan: Membantu siswa merefleksikan keyakinan dan nilai-nilai yang
mendasari tindakan mereka.
Kesimpulan
Membangun budaya positif di sekolah adalah
langkah penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan
mendukung perkembangan karakter siswa. Melalui disiplin positif, pemahaman
kebutuhan dasar manusia, dan pendekatan seperti restitusi, sekolah dapat
membantu siswa mengembangkan motivasi intrinsik dan menjadi individu yang lebih
baik. Dengan demikian, budaya positif tidak hanya mengatasi masalah perilaku
tetapi juga membentuk karakter siswa yang berakhlak mulia dan bertanggung
jawab. Melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, memberikan penghargaan yang
tepat, dan mengembangkan keyakinan kelas yang kuat adalah langkah-langkah
konkret yang dapat diambil untuk mencapai tujuan ini.
Komentar
Posting Komentar