Langsung ke konten utama

Teh Pucuk Penghilang Dahaga

Amira anakku yang paling kecil badannya panas dari semalam. Susah sekali makan. Biasanya kalau sakit dia paling suka makan bakso. Dan baksonya harus bakso Widodo di Cemara. Dan disinilah aku sekarang, berdiri mengantri, menunggu giliran pesananku di bungkus. Karena jam makan siang adalah jam tersibuk untuk bakso Widodo yang kenikmatannya tidak perlu ditanyakan lagi.

 Tanggal tua, anak sakit, belum beli beras, minyak goreng naik, dan uang sisa selembar warna merah di dompet adalah kombinasi yang sangat bagus. Ditambah cuaca panas menyengat, membuat tenggorokanku terasa kering terbakar. Rasanya aku butuh yang dingin-dingin untuk membuatnya normal.


Tepat di hadapanku seorang pedagang kaki lima (biasa kupanggil Amaq panggilan untuk bapak bagi orang Sasak), sedang menunggui dagangannya. Segala macam minuman segar semakin membuat rasa hausku bertambah-tambah. Seandainya ini bukan tanggal tua tentu akan kutegur ramah Amaq seperti biasa, membeli beberapa minuman untuk oleh-oleh anak-anakku.

Tapi, belum beli beras, minyak goreng juga habis, dan setelah ini aku harus mampir di apotik membeli obat penurun panas. Membuat aku mengurungkan niatku. Aahhh… Aku hanya bisa menelan ludahku sendiri.


Kuperhatikan laki-laki itu menatap lama pada sederetan minuman segar yang ada. Sama dengan yang aku lakukan saat ini.

Apakah orang itu sama sepertiku? Kehausan dan tak punya uang untuk sekedar membeli minuman. Tapi menilik dari pakaiannya dia tak seperti orang kesusahan. Tas ransel yang mungkin berisi laptop. Di tangan kanannya ada sebotol air, hhh.... cuaca panas seperti ini tentu semua orang akan memilih yang dingin dan segar.

Dilihat dari wajahnya sepertinya dia mahasiswa atau sales atau pencari kerja? Kalau mahasiswa, mungkinkah orang tuanya belum mengirimkan uang bulanan? Kalau sales, mungkin di dalam tas itu adalah barang yang dipromosikan. Kalau pencari kerja, mungkin dia belum beruntung hari ini. Kulihat disekeliling, tak ada motor disekitarnya, mungkinkah dia berjalan kaki?

Entah apa yang kupikirkan. Tiba-tiba kakiku melangkah, dan tanganku menepuk lembut punggung Amaq seperti yang biasa kulakukan.

“Eh Bu. Mau beli buat anak-anak?”

“Nggih Maq, kayak biasa, teh pucuk nya 2”, kuangsurkan selembar uang merah ditanganku.

“Ndeq naraq angsul ne, kurang dua ribu”, kata Amaq.

Diperlihatkan uangnya kearahku. Selembar uang biru, 4 lembar sepuluh ribuan tanpa uang ribuan. Sedang untuk 2 teh pucuk itu seharusnya aku mendapat 92rb sebagai kembalian.

Sengaja aku melihat laki-laki muda disampingku. Kuambil sebotol teh pucuk lagi. Dan langsung kuangsurkan kepadanya.

Gak usah Bu, gak usah”, tolaknya. Tapi matanya tak bisa berbohong kalau dia sangat menginginkan teh pucuk itu.

“Gak apa-apa. Gak ada kembalian ini. Amaq kasih saya yang 90 ribu itu”, sambil menunjuk uang ditangan Amaq.

“Terimakasih Bu, terimakasih banyak Bu”. Aku hanya membalas dengan senyuman.

Kemudian kuambil 2 ribu rupiah dari kantong, untuk menambah kekurangan bayar 3 teh pucuk yang kubeli. Sebenarnya itu untuk membayar parkir. Sesaat kulihat pegawai bakso Widodo melambaikan tangan kearahku. Pesananku sudah jadi.  

Ada perasaan lega yang tak bisa terurai dengan kata-kata melihat binar di mata laki-laki muda itu. Dan menular menjadi bahagia, membuat hilang dahagaku seketika. Sama sekali tak ada penyesalan di dadaku.

Sekarang aku dalam perjalanan ke apotik membeli obat penurun panas. Tentu saja kepalaku berhitung dengan semua pengeluaranku hari ini. Gak apa-apa, kekurangan belanja bulan ini biar aku pinjam pada adik iparku saja.


Komentar

  1. Semangat trus bu, tingkatkan terus bakat menulisnya👍👍

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Terimakasih pak... Cerita bapak juga sangat menginspirasi

      Hapus
  3. Nah nah nah tulisan2 inj yg asik di baca sore hari...sambil ngopi...santai tapi berkesan...lanjutkan kakak ku...iam your number one fan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you adikku yg jauh di mata tapi selalu dekat di hatiku...

      Hapus
  4. Wah luar biasa ceritanya 👍👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih bapak yang luar biasa. Sudah mampir disini

      Hapus
  5. Semangatttbu guru, ternyata bakat sebagai penulis hrbat juga, di tunggu lanjutannya

    BalasHapus
  6. Masih belajar ini... Mudah-mudahan istiqomah

    BalasHapus

  7. Masyaa Allah.. Terharuu.. Sukses ya.. Tambah keren lho

    BalasHapus
  8. Keren sekali isinya bunda, bntuk tulisannya mantul, ajarin cut bunda ya heheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lhoooo saya yg harusnya belajar sama pelinggih (sebutan kamu yg sopan di Sasak)

      Hapus
  9. Harga minyak naik, beras naik, anak panas duit ikutan panas... Nasib emak2 semangat mak... Bagus ceritanya

    BalasHapus
  10. Luar biasa. Imajinasi dan kreativitas menulisnya sdh terlihat.

    BalasHapus
  11. Hebat Bu...mumpung masih bisa coret coret dan ketik ketik

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular Posts

Membangun Budaya Positif di Sekolah

  Membangun Budaya Positif di Sekolah Oleh: Widuri Permata Anggarbini Rayes, S. Pd  CGP Angkatan 10 Kab. Lombok Barat  Budaya positif di sekolah adalah fondasi penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga mendorong tumbuhnya nilai-nilai kebajikan universal, seperti: kejujuran, tanggung jawab, empati, kerjasama, dll yang mendukung perkembangan karakter siswa. Budaya ini melibatkan lebih dari sekadar penerapan aturan dan hukuman, mengutamakan restitusi dalam upaya menumbuhkan motivasi intrinsik pada siswa. Konsep Inti Budaya Positif Budaya positif di sekolah mencakup beberapa konsep inti yang saling berkaitan: 1.      Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal Disiplin positif adalah pendekatan yang mengutamakan penghargaan terhadap nilai-nilai kebajikan universal. Ini membantu siswa memahami pentingnya perilaku baik bukan karena takut hukuman tetapi karena mereka menghargai nilai-nilai tersebut Makna Disiplin...
  Koneksi Antar Materi pada Modul 3.1 Pendidikan Guru Penggerak Menjalin Benang Merah dalam Pendidikan:  Pendidikan adalah fondasi utama bagi perkembangan individu dan masyarakat. Dalam konteks ini, Pendidikan Guru Penggerak memainkan peran yang sangat penting dalam mempersiapkan para pendidik untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang mampu menginspirasi dan memandu siswa menuju masa depan yang lebih baik. Melalui rangkaian modul yang saling terkait, program ini tidak hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan teknis, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebajikan yang mendalam. Artikel ini akan menjalin benang merah antar modul-modul tersebut dan mengungkap bagaimana masing-masing modul saling memperkaya dan memperkuat peran guru sebagai agen perubahan. 1. Filosofi Pendidikan Nasional: Landasan yang Kuat Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan nasional, mengajarkan bahwa pendidikan harus memerdekakan manusia—tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara emosional dan moral...